Tempoepos.com – Makassar, 14 September 2024— Berdasarkan informasi dari akun Instagram @teropongmakassar, seorang wanita berinisial NAD (24) asal Majalengka, Jawa Barat, diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah tergiur tawaran pekerjaan bergaji tinggi. NAD berhasil melarikan diri dari tempat penyekapan di Kecamatan Manggala, Makassar, pada Selasa (10/9/2024).
NAD tiba di Makassar pada 6 September 2024 dan dijemput oleh seorang wanita berinisial FI di Pelabuhan Soekarno-Hatta. Setelah dibawa ke sebuah rumah, NAD menyadari dirinya ditipu dan dipaksa untuk ikut perjalanan menuju Pulau Dobo, Maluku. Ketika menolak, ia mengalami kekerasan fisik sebelum akhirnya berhasil kabur.
Kasus ini di tangani oleh polrestabes makassar, setelah korban diamankan oleh warga ke polsek manggala.
Informasi yang diterima oleh awak media bahwa pelaku telah dilepas tanpa alasan yang jelas dan korban kembali kekampung halamannya.
Ketua TRC UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Makassar, Makmur, saat dikoonfirmasi oleh awak media melalui WAnya menyatakan informasi yang beredar tersebut betul dan korban, NAD telah mendapat layanan rumah aman dan pendampingan psikologis dari UPTD PPA Kota Makassar.
“Korban sudah kami pulangkan melalui bantuan dan biaya dari Kerukunan Keluarga Sunda yang ada di makassar, selama di perjalanan pulang ke kampung halamanya kami juga terus lakukan pemantauan,” ujar Makmur (14/9/2024).
Untuk pelaku sendiri, kami tidak tau kenapa penyidik polrestabes melepasnya, sebenarnya dalam kasus dugaaan TPPO ini sudah sangat jelas ada UU TPKS yang harusnya diterapkan oleh penyidik, tapi entah mengapa pelaku dilepas, silahkan tanya ke ppa polrestabes makassar, ucap pak makmur menutup teleponnya.
Masyarakat mengecam tindakan kepolisian yang diduga melepaskan tersangka FI. “Pelepasan yang diduga tersangka ini sangat mengecewakan. Pelaku TPPO harusnya diadili sesuai Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS):
Pasal 4 ayat (2): “Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelecehan seksual nonfisik; b. pelecehan seksual fisik; c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan sterilisasi; e. penyiksaan seksual; f. eksploitasi seksual; g. pemaksaan perkawinan; h. pemaksaan pelacuran; i. perbudakan seksual; atau j. kekerasan seksual berbasis elektronik. ucap Jupri, aktivis pemerhati sosial.
Jupri juga mendesak Kapolda Sulsel untuk turun tangan. “Jika dibiarkan, ini akan mencoreng citra kepolisian dan menurunkan kepercayaan publik. Kami meminta investigasi menyeluruh segera dilakukan,” tambahnya.
Kami berharap pelaku TPPO diproses sesuai hukum yang berlaku negara ini, secara tegas dan transparan demi keadilan bagi korban. (Restu)