Secara umum, tindakan penyerobotan tanah adalah mengambil alih, menguasai, atau memanfaatkan tanah milik orang lain tanpa izin atau hak yang sah dari persetujuan pemiliknya.
Adapun bentuk penyerobotan tanah dapat berupa pembangunan, penanaman, dan penggunaan lahan secara ilegal.
Berdasarkan data yang dihimpun, hukum terkait penyerobotan tanah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hukum pidana, tindakan menyerobot tanah dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 385 KUHP yang mengatur secara tegas terkait tindakan penyerobotan tanah.
Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa apabila seseorang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengambil alih tanah milik orang lain, maka akan dikenakan hukuman empat tahun penjara.
Aturan lain tentang penyerobotan tanah juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Secara khusus UU tersebut mengatur mengenai pemakaian atau penguasaan tanah tanpa adanya izin dari pemilik yang sah.
Apabila melanggar maka dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara paling lama tiga bulan dan/atau denda.
Sementara dalam ranah hukum perdata, penyerobotan tanah dianggap sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan pemilik tanah.
Pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
Kemudian dalam konteks sengketa tanah, pemilik dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali hak atas tanah.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui dua mekanisme hukum perdata yakni gugatan perbuatan melawan hukum atau gugatan pengosongan lahan di pengadilan.
Selain itu, aturan terkait penyerobotan tanah juga tertuang dalam berbagai peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Hal tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak pemilik tanah.
Salah satunya adalah Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 tahun 2016 yang mengatur tentang penyelesaian kasus pertanahan.
Permen tersebut mengatur tentang penyelesaian sengketa tanah termasuk juga yang disebabkan oleh penyerobotan tanah.
Berdasarkan peraturan tersebut, pemilik tanah yang merasa dirugikan dapat mengajukan pengaduan ke BPN untuk melakukan mediasi atau penyelesaian secara hukum.
(Hasrul Bella)